Kalo ada satu yang paling berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan kesehatanku, maka itu adalah tidur yang cukup.
Banyak banget tips tidur yang lebih baik; terlalu banyak sampai bikin bingung mana yang beneran efektif, sehingga satu-satunya cara adalah bereksperimen dengan tidurku sendiri.
Semua yang kutulis di sini berdasarkan apa yang bekerja untukku (mungkin ya, mungkin tidak untukmu). That being said, ini yang telah kupelajari, untuk tidur yang lebih restoratif.
Kuantitas adalah utama
Nggak peduli seberapa berkualitasnya tidur kita, kalau nggak cukup, tubuh kita nggak akan bener, terutama untuk jangka panjang.
Kuantitas tidur ibarat system requirements komputer kita untuk bisa memainkan suatu video game, sedangkan kualitas tidur kita ibarat teknik memainkan game tersebut: nggak peduli seberapa jagonya kita memainkannya, kalau komputernya nggak memenuhi system requirements-nya (nggak kuat menjalankan program game-nya), karakter kita keburu mati karena nge-lag.
Tidurku udah cukup atau belum, ya?
Kebanyakan orang merekomendasikan minimal delapan jam untuk orang dewasa (pas untukku saat ini), tapi bervariasi untuk tiap orang dan bergantung pada banyak faktor seperti umur, aktivitas, dan kesehatan.
Sebagai rule of thumb, kalau tidurmu saat ini kurang dari delapan jam dan rasanya sering ngantuk atau kurang semangat sehari-hari, cobalah tidur lebih lama, secara bertahap, dan lihat gimana menurutmu.
Eksperimenku, sebagai contoh: Dulu, tidurku rata-rata enam jam. Target bangunku paling telat saat itu jam tiga pagi, jadi satu-satunya cara adalah tidur lebih cepat. Aku mulai tidur 10–15 menit lebih awal selama 2–3 hari, dan terus mundur secara bertahap (jangan terlalu drastis; di hari pertama eksperimenku, aku langsung tidur 1,5 jam lebih awal — keluargaku mengira aku sedang sakit — dan malah nggak bisa tidur sampe larut malam).
Dalam beberapa pekan, aku berhasil terbiasa tidur pukul 19.45 (paling cepat yang bisa kucapai, setelah salat isya). Akhir-akhir ini, merasa memang butuh minimal delapan jam, aku memundurkan jam bangunku jadi jam empat pagi dan tidur jam delapan malam.
Apa yang bisa diamati selama bereksperimen dengan durasi tidur?
- Kalau matamu terasa terbakar ketika mengerjap-ngerjapkannya setelah bangun, baik masih mengantuk maupun tidak, menurut pengalamanku, kemungkinan tidurmu belum cukup.
- Tarik napas dalam-dalam setelah bangun tidur. Kalau terasa ringan dan melegakan, menurut pengalamanku, kemungkinan tidurmu sudah cukup.
- Tidur yang cukup tidak selalu berarti bangun yang mudah (tapi tentu lebih mudah daripada ketika kekurangan tidur).
- Bandingkan kinerjamu sehar-hari: menurut pengalamanku, tidur yang lebih lama cenderung berbanding lurus terhadap motivasimu.
Empat poin di ataslah yang kujadikan indikator kecukupan tidurku, yang sejauh ini efektif. Cobalah bereksperimen dengan tidurmu sendiri untuk melihat indikator-indikator unik lainnya yang membantumu mengetahui jumlah tidur yang pas untukmu.
Membuat jurnal tidur
Bagian terpenting dari bereksperimen dengan tidur adalah mencatat apa pun yang berkaitan dengannya. Tanpa catatan/jurnal tidur, kita akan kesulitan memonitor faktor-faktor pemengaruh tidur kita dan mengidentifikasi durasi dan cara tidur yang paling pas untuk kita.
Jurnal tertulis
Aku memulai eksperimen tidurku dengan jurnal yang ditulis tangan. Lumayan efektif, tapi kusarankan gunakan jurnal khusus agar tidak bercampur dengan tulisan lainnya dan supaya mudah dilacak untuk dievaluasi.
Jurnal digital
Aku beralih ke komputerku untuk mencatat tidurku sejak 2021 ini, dan merekomendasikannya karena lebih rapi dan lebih mudah mengevaluasi catatan-catatan lampau.
Lewat “sleep log”-ku di atas, aku mencatat durasi tidurku — aku menggunakan aplikasi aTimeLogger untuk ini — , kesulitan bangunku, dan perkembangan dan pelajaran yang kucapai, menggunakan indikator-indikator yang kujelaskan sebelumnya.
Bereksperimen dengan tips, trik, dan “sleep habits”
Setelah mencukupi system requirements kita — mulai bereksperimen dengan durasi tidur dan mencatatnya lewat jurnal tidur kita — , barulah kita berkecimpung dengan tips, trik, dan sleep habits yang ada di luar sana untuk mengasah “teknik bermain” kita.
Beberapa yang *betulan terbukti* meningkatkan kualitas tidurku
- Kalau HP-ku kusimpan jauh dari tempat tidur, aku hampir selalu bisa bangun secara alami tanpa alarm (mungkin terhindar dari radiasi HP selama tidur)
- Tidur dengan pintu menutup dan kondisi kamar sepenuhnya gelap (lampu charger laptopku cukup terang, jadi kututup dengan kertas tebal dan selotip)
- Nggak kekenyangan sebelum tidur
- Tidur sambil dengerin white noise untuk memblokir suasana bising sekitar (aku pribadi mem-play white noise tersebut lewat earphone, di-loop, dengan “sleep mode” HP-ku sehingga setelah jangka waktu tertentu, white noise-nya berhenti karena aku nggak terlalu membutuhkannya lagi menjelang tengah malam; tapi trik ini nggak kugunakan akhir-akhir ini karena jauh lebih mudah bangun ketika HP-ku disimpan jauh-jauh)
Beberapa yang *kelihatannya* efektif meningkatkan kualitas tidurku
- Berhenti mengonsumsi kafein (akhir-akhir ini aku nggak minum selain tiga botol air putih tiap hari)
- Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan: olahraga rutin, pola makan dan minum yang oke, menghindari stres, dll.
- Menerapkan “shutdown time”: menyetop segala aktivitas setelah batas waktu tertentu (jam 6 sore pas untukku) supaya tidurmu lebih tenang (meski akhir-akhir ini nggak begitu konsisten kuterapkan)
Hal-hal lain yang kupelajari selama bereksperimen dengan tidur
- Kalau terbangun dan masih ada waktu, lebih baik tidur lagi (ini penting untuk mereka yang mungkin memaksakan bangun untuk salat tahajud padahal masih ngantuk; aku yakin tidur cukup yang diniatkan untuk meningkatkan produktivitas sehari-hari lebih bernilai ibadah daripada salat nggak khusyuk sambil ngantuk)
- Tidur dan bangun konsisten pada waktu yang sama tiap hari itu bagus, tapi jangan memaksakan diri. Kalau harus begadang, nggak ada salahnya tidur siang besoknya untuk menggantikannya, karena sama-sama efektif, kok.
- Jangan memusingkan “jam biologis tidur ideal manusia” atau info umum semacam itu karena itu nggak praktis. Fokuslah bereksperimen dengan tidurmu sendiri dan lihat mana yang oke buatmu.
- Kecuali kamu perlu memonitor kebiasan mengorok atau kebisingan sekitarmu, menurutku aplikasi sleep tracker nggak begitu berguna, yang nggak bisa menandingi electroencephalogram (EEG) yang dipasang di kepalamu untuk betulan memonitor deep sleep dan siklus tidur lainnya. “Smart alarm”, yang bergantung pada monitor macam tadi, juga jadinya nggak begitu efektif.
- Hindari self-criticism: kalau tidurmu nggak kunjung bener, jangan menyalahkan diri. Terima aja, evaluasi jurnal tidurmu, dan lanjutkan eksperimen tidurmu.
Beberapa orang, dengan tanggung jawab yang jauh lebih banyak, mungkin memang harus lembur, begadang tiap malam untuk mencari nafkah. Tapi, aku yakin banyak di antara kita yang punya privilege untuk tidur cukup, asalkan ada cukup alasan untuk itu.
Kekurangan tidur adalah keadaan yang cuma bisa kita anggap serius kalau udah merasakan tidur yang cukup. Selain itu, kesibukan yang nggak bisa diprediksi juga menyebabkan membangun pola tidur yang restoratif menjadi menantang.
Akan tetapi, membangun pola tidur yang restoratif memang butuh waktu; sebuah misi jangka panjang.
Dan aku mengundangmu ke dalam misi ini, untuk tidur yang lebih restoratif.