Catatanku: 2 Bulan Freeletics Coach

Sebuah review: yang ingin kuketahui ketika pertama kali berlangganan dulu dan mengapa aku melanjutkan subscription-ku

aan
5 min readMar 11, 2021

--

Tip: Cek bagian akhir tulisan untuk melihat ringkasan review ini (dan dapatkan link diskon 20% buatmu yang tertarik ikutan).

Informasi umum

Subscription yang ditawarkan Freeletics Traning Coach mulai dari Rp260.000 per tiga bulan (semakin murah kalau bayar per enam atau dua belas bulan). Freeletics juga menawarkan bundel Training + Nutrition Coach mulai dari sekitar Rp390.000 per tiga bulan. (Cek website untuk info lebih lanjut.)

Aku berlangganan Training Coach-nya aja yang, selain memberikan akses terhadap semua workout Freeletics, juga memberiku akses ke berbagai workout plan yang disebut “Training Journey”. Masing-masingnya punya target tersendiri (dikategorikan berdasarkan intensitas “muscle” dan “cardio” yang dilatih).

Tiap Training Journey berlangsung delapan hingga dua belas pekan, tapi kita bisa ngatur jumlah hari latihan per pekan: minimal dua dan maksimal lima hari per pekan; suatu Journey bisa berlangsung lebih cepat atau lambat dari perkiraan tergantung itu. Dan tentu, kita bisa membatalkan dan memilih Journey yang lain semau kita.

Sebagai acuan, ketika menulis review ini, aku baru menyelesaikan Training Journey “Balanced Burn” yang terdiri dari 48 sesi dalam kurang lebih dua bulan (lima hari latihan per pekan).

Kenapa nggak aplikasi yang lain (dan gratis) aja?

Jawaban pendek: Beneran ada personalized training-nya, nyaman dengan UI dan fiturnya yang rapi, dan waktu itu ada diskon 30%.

Jawaban panjang:
Banyak banget aplikasi workout yang rating-nya mendekati lima bintang dengan pengguna yang banyak banget pula; membingungkan banget. Tiap aplikasi punya pemujanya masing-masing dengan ulasannya yang keliatan legit semua.

Tapi, yang kutemukan adalah, dari semua aplikasi gratis yang kucoba, nggak ada yang betul-betul punya fitur personalized training, dan ini selalu membuatku bertanya-tanya, “Sesuai apa enggak nih, ya, dengan kondisi badanku?” Buat orang lain sih mungkin oke, tapi kan badan tiap orang berbeda. Tentu, bisa aja kucoba tiap aplikasi satu-satu sampe “beres”, tapi ketidakpastian tadi cuma menghambat konsistensiku.

Saat itu, aku sedang mencoba versi gratis Freeletics yang, dibandingkan aplikasi lain, kurasa paling enak dan terpercaya (kujelaskan lebih lanjut di bagian berikutnya). Ada cukup banyak set workout gratis yang bisa kuikuti, tapi terlalu memusingkan untukku memilih workout mana yang harus kukerjakan tiap hari, tanpa arahan dari pembimbing yang ahli.

Nggak percaya lagi dengan aplikasi gratis, kupikir aplikasi yang betulan personalized, mau nggak mau, kudu bayar. Jadi kucoba saja meng-upgrade Freeletics-ku dan berlangganan Training Coach, untuk bereksperimen. (Kebetulan ada diskon 30% juga saat itu, jadi kenapa nggak?)

Apakah Freeletics Coach ‘legit’?

Jawaban pendek: Nggak tahu karena aku bukan ahli fitness. Tapi, berkat ini, konsistensiku betulan terlatih, dan itu yang terpenting.

Jawaban panjang:
Training Journey “Balanced Burn”-ku kumaksudkan untuk ngembangin otot sekalian nyikat lemak, tapi, entah karena sebagian lemakku udah digantikan otot atau pola makanku aja yang belum ikutan sehat, sejauh ini berat badanku stagnan, sih.

Jadi ya, bahkan setelah dua bulan, aku tetap belum bisa menjawab dengan pasti seberapa legit Training Coach ini, karena aku bukan ahli fitness.

Tapi, kalau dibandingkan aplikasi lain yang pernah kucoba, pastinya Freeletics lebih “rapi”: user interface-nya elegan, video tutorial tiap exercise-nya dibikin Freeletics sendiri — video tutorial aplikasi lain kesannya asal nyomot dari YouTube — , diagram target otot yang dilatih tiap exercise, dan sebagainya.

Selain itu, karena Freeletics menitikberatkan jenis workout berbasis bodyweight (menggunakan tubuhmu sendiri dan nggak bergantung pada peralatan), ini sangat sesuai karena aku nggak punya akses ke berbagai peralatan fitness.

Kemudian, dari segi personalization AI-nya, meski tentu nggak bisa disandingkan dengan ahli fitness yang hidup, menurutku terbilang lumayan, untuk yang saat ini belum punya akses ke pelatih beneran. Tiap nyelesain satu set exercise, kita menilai performa kita menggunakan skala berlabel yang di antaranya berbunyi seperti, “I needed breaks but completed the exercise with correct technique,” atau kalau kita memilih “I couldn’t complete the exercise with the correct technique,” kita bisa nandain exercise mana yang gagal terus kita lakukan; si AI menyesuaikan itu dengan exercise-exercise berikutnya yang, seiring berjalannya waktu dan terkumpulnya data feedback tersebut, menurutku makin oke, sih.

Di samping itu semua, ada satu yang bisa kupastikan: aku berhasil membangun konsistensi berolahraga, sehingga, mau Freeletics Coach ini legit mau tidak, bukan masalah (setidaknya untukku saat ini).

Meskipun demikian, harus kukatakan, berlangganan Freeletics Coach juga banyak berkontribusi terhadap konsistensiku. Pertama, dengan nggak perlu lagi mikirin workout apa yang harus kulakukan — sudah diatur oleh AI dan berbagai fiturnya — , tiap workout jadi mudah. Kedua, mengingat bahwa aku membayar untuk ini, jadi ada tanggung jawab lebih yang harus dipenuhi.

Di samping itu, yang kusadari dari dua bulan terakhir adalah, sebagaimana orang belajar sepanjang hidupnya, kita juga berolahraga, ya, sepanjang hidup. Dalam hal ini, membangun konsistensi aja udah jauh lebih dari cukup. Dan tentu, itu artinya, dua bulanku kemarin cuma nol koma sekian persen dari keseluruhan petualangan kesehatanku.

Selain itu, aku yakin intuisiku — exercise mana yang sesuai dan mana yang kurang efektif dan sebagainya — akan terbangun seiring berjalannya waktu, selama aku konsisten bereksperimen dengan berbagai teknik yang ada. Aku cukup ikuti saja arusnya saat ini.

Kalau sewaktu-waktu ada aplikasi workout baru yang melampaui Freeletics, aku bisa membandingkannya dengan pengalamanku dengan Freeletics. Jadi, ya, nggak ada ruginya, sih.

Dua fitur Freeletics Coach favoritku

Selain personalized training yang dibantu oleh AI, ada dua fitur Freeletics Coach lain yang sangat oke:

Sistem level, workout recap, dan perfect week

Setiap workout menghasilkan experience points untuk naik level, kayak main game aja. Di akhir workout, selalu ada rekap berapa banyak squat jump, push-up, atau exercise apa pun yang kita tuntaskan. Dan tiap mencapai target jumlah hari latihan per pekan, kita dapet “perfect week”.

Semua itu buat tambahan insentif doang sih, tapi kalau kamu tipe yang termotivasi dengan sense of achievement macam ini, ini membantu banget untuk membangun konsistensi.

“Adapt session” dan penyesuaian peralatan dan ruang latihan

Workout Freeletics Coach, termasuk Training Journey-nya, sangat customizable. Kalo ada kendala yang menghambat workout, misalnya otot perutmu masih nyeri gegara latihan kemarin, klik tombol “adapt session” dan Freeletics Coach-mu akan menghindari otot perut untuk workout hari ini.

Selain itu, di Training Journey mana pun, kita bisa milih peralatan/equipment yang kita punya: skipping rope, resistance band, barbel, atau masih banyak lagi; termasuk opsi kalau ruangan latihanmu sempit atau butuh jenis exercise yang nggak ribut. Freeletics Coach ngatur sendiri jenis exercise yang akan kita lakukan berdasarkan peralatan yang kita punya dan kondisi ruangan latihan kita.

Kenapa aku berencana melanjutkan subscription-ku?

Aku sudah nyaman dengan aplikasinya secara keseluruhan, dan terlepas dari berapa pun harganya, menurutku sistem subscription secara umum memberikan motivasi lebih dalam bentuk tanggung jawab terhadap uang yang udah kita keluarkan. Kecuali aku menemukan kesulitan dari aplikasi ini atau menemukan aplikasi lain yang lebih “menarik”, aku akan melanjutkan eksperimenku dengan Freeletics Coach.

Kesimpulan

Kalau kamu merasa:

  1. butuh arahan yang personalized dalam workout-mu dan belum punya akses ke pelatih profesional yang hidup;
  2. ingin melatih konsistensi berolahraga;
  3. nggak punya/cuma punya sedikit peralatan fitness dan ruang latihan yang terbatas/nggak mau membuat kebisingan;
  4. termotivasi oleh achievement (level, streak, dan recaps);
  5. ingin aplikasi dengan UI yang rapi;

menurutku, Rp260.000 per tiga bulan Freeletics Training Coach terbilang worth it untukmu.

Bonus: buatmu yang tertarik ikutan, dapetin diskon 20% subscription ke Freeletics Coach (jadi cuma 200 ribu!) dengan mendaftar lewat link ini.

Mau ngobrol lebih lanjut seputar Freeletics? Temui aku via Twitter di profilku atau add Freeletics-ku dengan men-search “Anshari Hasanbasri” di aplikasi Freeletics-mu.

--

--

aan

i write but barely edits—shitty, but raw. current theme: boredom, friendship, mindfulness, inter alia.