Sejak Maret sampai beberapa minggu lalu, aku nonton puluhan video tips dan trik tentang produktivitas dan manajemen waktu di YouTube. Belum satu pun yang mempan. Bikin jadwal serapi apa pun, besoknya berantakan lagi. Apalagi belajar dari rumah — homeschooled! — ngelepasmu bebas tanpa batas kayak gini. Relate?
Aku udah homeschooling — literally belajar di rumah sepertimu saat ini — selama empat tahun sebelumnya. Tapi kombinasi pengalamanku tersebut dengan dua tahun di sekolah negeri, justru membuka ruang buat berkembang lebih luas, termasuk urusan produktivitas dan manajemen waktu.
Aku belum sepenuhnya produktif atau punya manajemen waktu yang sempurna sampai saat ini — memang tidak harus demikian — , tapi kuyakin diriku lima bulan lalu akan cukup bangga sama diriku saat ini. Menjadi produktif dan memanajemen waktu itu nggak simpel, tapi nggak sesulit yang kamu kira, kalau kamu tahu caranya.
Setelah bereksperimen sama produktivitas dan manajemen waktu ini, aku memformulasikan tiga komponen yang kamu butuhkan (paling tidak untuk saat ini) buat bilang, “I’ve got all the time in the world.”
Menurutmu, apa aja sih ketiga komponen itu?
What to Expect From This?
Tulisan ini kubuat menjadi tiga (empat) bagian: bagian nol — introduksi, yang kaubaca ini, meluruskan pemahamanmu tentang produktivitas dan manajemen waktu; bagian satu, membahas komponen pertama: mindset; bagian dua, membahas komponen kedua: teknik; dan bagian tiga, membahas komponen ketiga: motivasi (di sini aku fokus pada motivasi eksternal, karena aku beranggapan kalau kamu baca ini, kamu pasti udah punya keinginan — sebuah motivasi internal — buat hidup produktif).
Feel free untuk loncat ke bagian yang menarik untukmu, meskipun sangat kusarankan untuk membaca setiap bagian, kalau kamu senggang. Tip: scroll ke bawah untuk mengakses bagian berikutnya.
Kamu akan membaca pengalaman dan insight-ku lima bulan terakhir (berusaha untuk) produktif di rumah (trims, covid-19), dibungkus dalam paketan saran dan challenge yang bisa kamu terapkan atau kembangkan sendiri sesuai kebutuhanmu.
Disclaimer: 1) Penulis membahas konsep produktivitas dan manajemen waktu menurut pahamnya dan yang bekerja untuknya. Mungkin oke, mungkin tidak, untukmu. Terima kasih kembali, kalo tulisan ini bermanfaat buatmu; tapi kalo tidak, terima kasih karena kaurela meluangkan … menit berhargamu. 2) Tulisan ini diorientasikan untuk pelajar, tanpa menutup kemungkinan tulisan ini tetap bermanfaat sekali pun Anda bukan salah satunya.
Tip: Karena frasa ‘produktivitas dan manajemen waktu’ ini panjang banget, setiap kali aku menulis ‘produktivitas’, maka aku juga mengacu pada ‘produktivitas dan manajemen waktu’ ya. Simak sampai akhir buat memahami hubungan kedua kata ini.
Kenapa Ini Penting?
Sebelum terjun lebih dalam, kuingatkan bahwa kehidupan produktif nggak kamu (dan aku) perlukan saat ini aja. Bersyukurlah dapet kesempatan (buat melatih produktivitas) ini, karena transisimu dengan dunia kuliah, yang menuntutmu lebih mandiri, nggak akan semengagetkan itu. Nggak mau disebut ‘mental SMA’ sama seniormu ketika kuliah nanti, ‘kan?
Selain itu, punya manajemen waktu yang baik juga memberimu banyak waktu luang tanpa menelantarkan kerjaanmu. Waktu luang ini baiknya kamu gunakan untuk merancang masa depanmu — apa tujuan hidupmu; kuliah apa enggak; kalo ya, ke mana; kalo ke universitas anu, living cost-nya berapa; di samping kampus ada tempat ngekos atau warteg nggak; dan tetek bengek lainnya.
Intinya, sepakat ya, produktivitas itu penting. Banget.
Sebenernya, Apa Sih Produktif dan Manajemen Waktu Itu?
Menurut KBBI, ‘produktif’ itu, singkatnya, ‘menghasilkan sesuatu’. Sesuatu yang dihasilkan, diproduksi; berarti sesuatu yang berupa output. Dalam konteks belajar atau bekerja, berarti hasil belajar atau hasil kerjaanmu.
Ada output, ada input. Input tuh macem-macem. Bisa berupa jumlah penurunan skala kebahagiaanmu ketika ngerjain PR yang ngebosenin; bisa dari jarak tempuh jogging pagimu buat ngebakar lemakmu; tapi yang paling jadi pusat perhatian, ialah jumlah waktu yang kamu gunakan buat menghasilkan output tersebut. Waktu buat belajar/bekerja.
Kamu nggak perlu buka buku teks Fisika buat setuju bahwa perbandingan output terhadap input (output per input) disebut efisiensi. Sekarang kalau kutanya, “Bagaimana caranya belajar/bekerja dengan efisien?” Kamu bisa menjawab, “Kurangi saja waktu belajar/bekerjamu (input) sehingga efisiensinya meningkat!”
Well, in some cases, it may work. But in some others, it won’t.
Waktu yang dibutuhkan buat tiap sesi belajar atau kerjaan itu beda-beda, berarti input minimalnya berbeda. Menekan input supaya belajar/pekerjaan efisien kelihatannya masuk akal bagi sebagian orang, tapi di bawah ambang minimalnya, output yang dihasilkan pun pasti ikut turun. Hasil belajar/bekerja jadi nggak sesuai harapan; jadi nggak efektif/berdampak. Efisien, tapi nggak efektif.
Sebaliknya, sebagian orang yang lain memilih meningkatkan waktu belajar/bekerja (input) untuk meningkatkan hasil kerjaan/belajar (output) sehingga efisiensinya meningkat (karena outputnya besar). Tapi kamu pasti ngerti secara intuitif bahwa belajar/bekerja berlebihan melewati titik tertentu nggak akan meningkatkan hasil secara signifikan. Kamu udah mencapai hasil yang paling efektif. Berarti ada ambang input maksimal. Lewat dari itu, efektif, tapi nggak efisien.
Yang kamu mau adalah belajar/bekerja secara efisien dan efektif.
Di samping itu, jangan lupa bahwa masih banyak ‘satuan’ input selain waktu yang harus diperhitungkan dalam menghasilkan output yang kamu harapkan.
Seni mengendalikan input (utamanya waktu, dengan tetap memperhitungkan tenaga, materi, dll.) untuk menjadi produktif — menghasilkan output (hasil kerjaan/belajar) — secara efisien dan efektif, kusebut manajemen waktu.
Perhatikan definisiku di atas.
Nggak ada kata ‘sibuk’ (yang sering disangkut-pautkan sama ‘produktif’), karena ‘sibuk’ dan ‘produktif’ sama sekali berbeda. ‘Sibuk’ adalah keadaanmu yang sedang banyak kerjaan, entah gimana efisiensi maupun efektivitasnya. Kamu bahkan bisa sibuk tanpa menghasilkan apa pun yang berarti — sibuk tapi nggak produktif.
Nggak ada kata ‘jadwal’ (yang sering kamu keluhkan karena berantakan terus), karena jadwal hanyalah alat bantu memetakan kerjaanmu pada waktu tertentu. Bukan segalanya.
Nggak ada kata ‘keteraturan’ (yang selalu ingin kamu capai — “Aku harus hidup produktif dan teratur!”). Kamu harus terima bahwa keseharianmu penuh dengan tetek bengek tak terduga, membuat jadwalmu rapuh banget. Ada sih, rutinitas yang mesti kamu lakukan secara teratur, to some degree. Tapi most of the time, fleksibilitasmu buat mengendalikan kegiatanmulah yang menyukseskanmu, bukan kekangan jadwalmu.
Menjadi produktif dan memanajemen waktu itu lebih dari sekadar menyibukkan diri dan bikin jadwal harian. Ini soal menjadi seseorang yang punya kesadaran dan kendali penuh terhadap kehidupannya.
Yuk, bahas komponen pertama dalam produktivitas dan time management.
Tip: Klik di sini untuk lompat ke bagian kedua atau bagian ketiga.