Everyone’s Homeschooled! — A Homeschooler’s Diary on Productivity & Time Management — Part 2: Teknik

aan
10 min readAug 25, 2020

--

Tip: 1) Halo! Ini adalah bagian kedua dari Everyone’s Homeschooled! — A Homeschooler’s Diary on Productivity & Time Management. Klik di sini untuk membaca bagian 0 (introduksi dari rangkaian Medium Stories ini), bagian pertama, atau bagian ketiga. 2) Mulai dari sini, ‘produktif’ secara implisit mengacu pada ‘produktivitas dan manajemen waktu’.

Banyak banget kiat-kiat produktivitas dan manajemen waktu yang aku kumpulkan dari puluhan video self-help. Tapi daripada nge-copy and paste semuanya, ini ceritaku terkait beberapa yang udah kucoba, yang personally works for me, dan kurekomendasikan untukmu.

By the way, aku nggak mengira bagian ini akan jadi sepanjang ini. Oleh sebab itu, biar ku-break down teknik-teknik, sebagai komponen kedua dari hidup produktif, yang kubahas di sini:

  • Nulis Jurnal
  • Menyelam Dalam Flow State
  • Target-Oriented, Bukan Time-Oriented
  • Bikin Target/To-do List
  • Bikin Creative Project dan Personal ‘Creative Space’
  • Belajar Cerdas, Bukan Keras
  • Strike The Balance

Feel free to scroll through ke bagian yang menarik buatmu, kecuali kamu punya waktu luang buat baca semuanya.

Nulis Jurnal

Aku mulai journaling tujuh bulan lalu. Di samping dampaknya yang game-changing terhadap kesehatan mentalku, nulis jurnal berperan banyak sama membangun produktivitasku. Setiap progress yang kucapai, kutuliskan apa adanya di jurnalku.

Catatan-catatan pencapaian tersebut bermanfaat banget sebagai acuan pengembangan diriku, supaya lebih terfokus ke aspek-aspek tertentu.

Jurnal Penulis

Selain itu, kurasa kamu nggak perlu jadi introvert untuk ngerti bahwa menuangkan pikiranmu dengan tinta hitam di atas kertas putih bisa menjernihkan benakmu. Menuliskan serabut-serabut masalah yang awut-awutan bisa menguraikannya, memudahkanmu menelusuri helai tiap helai dan menemukan solusinya. Dengan begitu, kamu bisa nangani tiap masalah dengan lebih terstruktur dan efektif.

Aku nggak nulis tiap hari, tapi aku nyimpan jurnalku dalam jangkauan tangan karena entah kapan, ide, masalah, solusi, atau sekadar pemikiran baru terlintas di benakku.

Sebuah challenge untukmu: Ambil atau pergilah ke toko buku terdekat buat beli jurnal/diary. Nggak usah yang tebel, ntar nulis di buku itu kerasa daunting. Mulai detik ini — detik kamu punya jurnal tersebut — , tulis apa pun yang ada di benakmu di sana. Nggak perlu nulis tiap hari: nulislah tiap ada yang terlintas di benakmu. Nggak perlu grammatically correct, yang penting isi kepalamu dituangkan. Tip: Kalo kamu nggak suka nulis, suarakan pikiranmu lewat diary podcast! Aku juga sedang mencoba-coba aplikasi seperti Anchor.

Menyelam Dalam Flow State

Pernah nggak ngelakuin sesuatu, yang saking serunya, sampai lupa waktu? Entah itu main videogame; baca buku; main musik; atau kalau kamu ambis, struggling ngebuktiin suatu teorema matematika, misalnya? Dalam ilmu psikologi, kondisi ini disebut ‘flow state’. Yea, seakan waktu mengalir — flowing — gitu aja sementara kamu immersed dengan kegiatan tersebut.

Memahami dan menerapkan konsep ini ke dalam urusan produktif, misalnya belajar, membantu banget untuk stay productive.

Ngerasa nggak, tiap ada tes loncat tinggi di kolam renang, kamu ngerasa deg-degan ketika mulai meloncat dari ketinggian lima meter; tapi seketika udah kecebur ke dalam air, semuanya kayak biasa aja; bahkan terasa seru? Konsep flow state juga nunjukin bahwa yang bikin aktivitas tertentu kelihatan sulit tuh sebenarnya memulainya aja. Setelah kamu terjun dan kecebur ke dalam apapun kegiatanmu, semuanya nggak sesulit yang kelihatan di awal.

Pomodoro Timer

Mungkin kamu sering dengar teknik Pomodoro, yang mana kamu nge-set timer 25 menit dan dalam durasi tersebut, kamu dipaksa fokus ngerjakan sesuatu sampai timernya berbunyi. Teknik ini pada dasarnya memanfaatkan fakta kamu nge-set timer tersebut sebagai pemicu dirimu untuk memulai kegiatan tersebut. Ditambah dengan durasi yang memaksamu untuk fokus, teknik ini mengantarmu ke dalam flow state.

Aku pribadi nggak cocok dengan teknik Pomodoro ini, karena time-blocking 25 menit ini justru menggangguku ketika udah masuk ke flow state. Kalau kamu baru kenal dan bimbang untuk menggunakan teknik ini atau enggak, inget aja bahwa tujuannya adalah buat nganterin kamu ke flow state-mu. Dan kalau kamu sepertiku, “Just do it” adalah tiga kata yang jauh lebih simpel tapi powerful daripada repot-repot nyiapkan timer Pomodoro.

Target-Oriented, Bukan Time-Oriented

Alasanku merombak jadwal keseharianku berulang kali adalah kesalahanku dalam mengonsep jadwal itu sendiri. Agak frustasi sebelum itu, akhirnya kutemukan artikel Zenius tentang merancang jadwal belajar UTBK. Sekalipun peruntukannya beda, menurutku metode tersebut bermanfaat banget diterapin juga untuk pelajaran sekolah, misalnya.

Idenya simpel: kalo selama ini kamu nyusun jadwal secara time-oriented (contoh: hari ini, jam segini sampai jam segini, belajar ini), ubah jadi target-oriented (contoh: hari/pekan ini belajar ini, titik.) Ketimbang nyusun pelajaran berdasarkan waktu, kamu cukup nge-list target belajarmu dalam jangka waktu tertentu (idealnya sih, per pekan).

‘Paket Belajar’ Yang Target-Oriented Sebagai Alternatif Jadwal Time-Oriented

Ngatur jadwal secara target-oriented memberimu keleluasaan buat ngerjain kerjaanmu, entah itu sesuai mood — “Ah aku ingin ngerjain/belajar X dulu, baru nanti Y” atau “Aku ingin ngerjain ini dulu baru belajar ah” — atau sesuai prioritas/urgensi, bahkan kalau ada kesibukan tak terduga. Semuanya tanpa ngeberantakin jadwalmu — kamu nggak punya jadwal, tapi sekadar target.

Mengantisipasi hari-hari ketika aku nggak tahu mau belajar apa, udah kubuat target default-nya (contoh, ku-‘tulis’ begini: “Belajar materi yang ditargetkan saat ini pada pelajaran X setiap hari Anu; kecuali mood-ku atau prioritasku berubah”). Tip: Baca artikel yang kusebutkan di atas buat melihat lebih lanjut.

Entah ini cocok untukmu entah tidak, tapi kalau kamu capek udah nyusun jadwal, yang akhirnya kaulanggar — seharusnya jam segini kamu belajar Fisika dan bukannya baca artikel ini; atau kamu protes, “Aku udah ngalokasiin 2 jam ini buat Sosiologi tapi belum beres juga, sedangkan sekarang aku harus ngerjain tugas Inggris!? Melelahkan banget.” — menurutku merubah konsep jadwalmu adalah pilihan tepat.

Bikin Target/To-do List

Kayaknya kamu udah bosen dengan saran ini, tapi serius, bikin target atau to-do list berpengaruh banget sama produktivitasmu. Bikin target/to-do list di hari sekolah emang sering nggak berguna sih, karena kegiatanmu udah dijadwalin sama sekolah. Tapi ngeluangin waktu semalem sebelum atau pagi-pagi di hari weekend-mu buat bikin to-do list hari itu bakal menjagamu on the track.

Chances are bahwa kamu nggak akan ngabisin seharian weekend-mu buat nonton film doang, karena sering kali, ada aja sih urusan lain yang harus diberesin. Masukin urusan-urusan begitu di to-do list-mu: entah di jurnalmu, pinboard di kamarmu, atau aplikasi di HP-mu; dan kerjain dulu hal-hal tersebut di awal hari sebelum nonton film favoritmu.

Bikin Creative Project dan Personal ‘Creative Space’

Transisi empat tahun homeschooling-ku dengan kultur sekolah negeri kerasa banget di tahun pertamaku di SMA.

Semasa homeschooling dulu, aku dipacu diriku sendiri buat proaktif bikin creative project sendiri — kalau ‘Pekan Fisika’, di mana aku menghabiskan sepekan hanya untuk berkontemplasi dan membuktikan teori yang sedang kupelajari, bisa kamu anggap ‘creative project’ — karena kalau tidak, aku nggak ada kerjaan sama sekali di rumah — belajar nggak kerasa kerjaan, lebih kayak asupan gizi buatku saat itu.

Dan bam! sekarang aku nggak pernah pusing mikirin project apa yang harus kubuat — aku udah bahagia mengerjakan tugas kelompok yang menyedihkan ini. Begitu gumamku setelah menjadi anak sekolah pada umumnya.

Kalau kamu ‘anak sekolahan’, kamu pasti setuju sama gumamanku tadi. Tapi kamu juga pasti setuju betapa ‘gabut’-nya dirimu setiap libur akhir semester. Tiga-empat hari pertama kayak seneng banget sih — Libur telah tiba! Libur telah tiba! Hatiku gembira! — tapi sisanya kerasa nggak ada kerjaan banget.

Belajar dari kultur homeschooling-ku, saat-saat gabut kayak gini jadi kesempatanku buat bikin creative project lagi. Sebetulnya aku nggak pernah sempat bikin project apa-apa dua tahun ini, karena menurut definisi anak OSIS, ‘libur’ = ‘gawé’. Tapi pandemi covid-19 ini sangat pengertian. Dan voila, kamu melihat tulisan-tulisan kayak gini dariku.

Kenapa aku repot-repot ngomongin ‘creative project’ ini? Karena ini penting banget buat mengisi ‘kegabutan’-mu. Yang kumaksud dari ‘creative project’ ini adalah semacam project pribadi yang kamu bikin di waktu luangmu. Entah itu ikutan coding bootcamp dan merancang website portofoliomu sendiri, magang di kedai kopi kakamu, bikin blog yang entah siapa yang akan baca, atau aktivitas apa pun yang membuatmu excited. Nggak harus sesuatu yang besar, tapi cukup berarti buat mengisi kekosongan harimu.

Dengan demikian, kamu bakal mengurangi kata-kata, “Aku nggak produktif banget hari ini!” atau “Aku gabut banget hari ini!”

Project Board (dan Target List) Penulis Yang Lagi Penuh Sama Planning Buat Masuk PTN

Buat mempermudah perancangan project-ku, aku menempelkan plastik mika lebar yang bisa kucorat-coret seperti papan tulis di dinding kamarku — aslinya terinspirasi corat-coretan Galileo sih, wkakak. Aku ingin sekali masang pinboard atau papan tulis beneran, tapi bagian dalam dinding tersebut penuh dengan saluran air. Aku nggak mau ada air yang bocor ke kamarku gara-gara memasang paku.)

Ah intinya, ;tempat corat-coret’ ini kusebut juga ‘project board’ atau ‘creative space’, tempatku menjabarkan semua ideku terkait project-ku saat ini.

Belajar Cerdas, Bukan Keras

Aku nggak habis pikir dengan diriku sendiri selama dua tahun pertama di SMA. Dulu, aku selalu menargetkan untuk udah mempelajari minimal satu bab lebih awal dari yang diajarkan di kelas, buat pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.

“Kedengarannya normal sih, buat anak ambis,” katamu. Atau mungkin kamu juga demikian, di kursus atau bimbelmu.

Well, berita baiknya, belajar di kelas emang jadi jauh lebih mudah karena aku udah tahu (hampir) semuanya. Berita buruknya, tujuh jam belajarku di sekolah jadinya sia-sia — apalagi yang mau kupelajari di kelas!?

Aku rusuh melahap buku paket Erlangga tiap mapel Matematika dan Sains di waktu luangku antara kelas dan kerjaan OSIS; hanya demi kemudahan belajar di kelas, yang sejujurnya nggak jauh beda sekali pun aku nggak belajar seintensif itu; toh guru di kelas menjelaskan dengan asumsi siswanya belum tahu apa-apa. Kalo aku bisa mabal tanpa dikasih alfa sih nggak apa-apa, tapi kan aku harus tetap berada di kelas.

Di samping keruwetan jadwal belajarku dua tahun kemarin, aku masih nggak habis pikir sama metode belajarku saat itu. Aku literally membaca kata demi kata dari buku paket Erlangga dan menyalin semuanya ke catetanku. Tahu nggak masalahnya di mana? 1) Baca buku kata demi kata itu sangat nggak diperlukan; 2) Aku menghabiskan kertas, tinta, waktu, dan tenaga cuma buat nyalin buku paket; 3) Dua masalah tadi menghambat proses belajar yang sebenarnya: berpikir. Semuanya habis untuk semata-mata membaca dan menulis.

Buku Catatan Digital Pelajaran Fisika Penulis (Platform: Notion)

Mulai kelas tiga ini, aku memanfaatkan teknologi sebisaku. Aku hanya nyatat hal yang kemungkinan kulupakan, itu pun kalau aku kesulitan ngambil screenshot video pembelajaran yang kutonton — gurumu menyuruhmu mencatat supaya kamu belajar, tapi kalo kamu bisa belajar tanpa mencatat panjang lebar, ya nggak perlu.

Aku cukup mem-preview pelajaran — membaca garis besar pelajaran supaya nggak blank banget di kelas — semalam sebelum kelas, dan sebagian besar input pemahamanku berasal dari kelas sebenarnya. Kurang-kurang dikit? Tinggal kubuka lagi buku paket seusai kelas.

Dan sekarang, aku punya jauh lebih banyak waktu luang buat berkarya dan ngembangin apapun yang menarik untukku.

Strike The Balance

Kurasa sempat kukatakan sebelumnya, jadwal keseharian yang seimbang antara urusan belajar akademik maupun non-akademik, kesehatan mental dan fisik, dan agama, itu nggak bisa disepelekan. Aku sendiri masih berusaha mencari keseimbangan yang pas, tapi yang jelas, memang butuh effort besar.

Beberapa habit yang berdampak buat keseimbangan hidupku akhir-akhir ini dan mungkin menarik untuk ikut kamu terapkan:

  • Bangun sebelum subuh (sekitar jam empat pagi) dan langsung mandi air dingin. Ini keren banget karena dua hal: 1) se-hoream apa pun kamu ketika bangun, dipaksa mandi air dingin mau nggak mau bikin kamu seger; dan 2) karenanya juga, kamu bisa bangun lebih konsisten karena ada ‘jaminan’ bahwa kamu pasti seger setelah mandi air dingin tadi. Plus buat yang Muslim, kalo ada waktu, bisa tahajud dulu sambil ngedo’a lolos PTN impian.
  • Matiin notifikasi semua media sosialmu (LINE, Instagram, WhatsApp, apapun itu). Cantumin nomormu di status bisi tiba-tiba ada urusan hidup dan mati orang lain yang bergantung sama kamu, dan butuh konfirmasi darimu. Kamu bisa buka medsos-mu kapan pun kamu mau, tapi nggak akan ada lagi notifikasi yang memaksamu untuk buka, apalagi waktu belajar. Kamu megang kendali penuh kapan dan untuk apa kamu buka medsos, nggak jadi budak medsos. Percaya deh, aku berani bertaruh hidupmu juga jauh lebih tenang setelah sehari aja nerapin ini.
  • Alokasikan waktu khusus untuk rutinitas yang bersifat refreshing. Refreshing itu kebutuhan pokok, bukan pelarianmu dari kerjaanmu. Aku mulai rutin baca novel setengah sampai satu jam menjelang tidur. Bagus untuk otakku.
Foto oleh Jared Rice di Unsplash
  • Meditasi. Jangan pikir meditasi cuma buat biksu di gunung yang duduk sila dengan tangan meringkel-meringkel gitu. Kamu cukup di posisimu saat ini, entah itu duduk, rebahan, berdiri, atau pun jongkok (bahkan waktu BAB sekali pun, lol). Pejemin matamu, kosongin pikiranmu. Rasain dan dengerin sekitarmu, tapi cukup sampai di situ — nggak perlu memikirkan apa-apa. Tenangin dirimu, dan selamat, kamu udah bermeditasi. Meditasi menjernihkan pikiranmu, dengan mengalihkan perhatianmu sama alam sekitarmu.
  • … dan semua daily routine advice yang bisa kamu temukan di internet. Kalau menurutmu bagus, terapkan.

Menerapkan beragam teknik produktivitas dan manajemen waktu itu, jujur aja, seru lho. Jangan melihat hal-hal itu ribet; lihatlah sebagai sesuatu yang keren dan bisa meningkatkan kualitas hidupmu.

Adakah teknik di atas yang menarik buatmu? Before I wrap it up, di bagian ketiga, aku akan berbagi sedikit sumber informasi dan motivasi eksternal favoritku seputar produktivitas dan manajemen waktu.

--

--

aan

i write but barely edits—shitty, but raw. current theme: boredom, friendship, mindfulness, inter alia.